Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI KARAWANG
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
1/Pid.Pra/2023/PN Kwg KASTO KEPALA KEJAKSAAN NEGERI KARAWANG Minutasi
Tanggal Pendaftaran Kamis, 19 Jan. 2023
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 1/Pid.Pra/2023/PN Kwg
Tanggal Surat Selasa, 17 Jan. 2023
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1KASTO
Termohon
NoNama
1KEPALA KEJAKSAAN NEGERI KARAWANG
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

Adapun alasan-alasan PEMOHON dalam mengajukan PERMOHONAN PRAPERADILAN ini adalah sebagai berikut:

 

I.     FAKTA-FAKTA HUKUM

 

1.   Bahwa, PERMOHONAN PRAPERADILAN ini diajukan berdasarkan Ketentuan Pasal 77, Pasal 79 dan Pasal Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang di kuatkan dengan dengan putusan MK No.21/PUU-XII/2014 & Putusan MK Nomor 130/PUU-XIII/2015 sebagai berikut :

 

Pasal 77 KUHAP :

 

Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang :

 

Sah tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

 

Pasal 109 ayat 2 KUHAP

Dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum.
Dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum, maka penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum, tersangka ataukeluarganya

 

Putusan Mahkamah Konstitutsi No.21/PUU-XII/2014

Objek praperadilan kalam Ketentuan pasal 77 KUHAP, sehingga Objek praperadilan di perluas, “Yaitu termasuk sah atau tidaknya penetapan tersangka, sah atau tidaknya penggeledahan dan sah atau tidaknya penyitaan.

Penyerahan SPDP (Putusan Mahkamah Konstitutsi Nomor 130/PUU-XIII/2015)

Mahkamah Konstitusi menyatakan penyampaian Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) tidak hanya diwajibkan terhadap jaksa penuntut umum akan tetapi juga terhadap terlapor dan korban/pelapor dengan waktu paling lambat 7 (tujuh) hari dipandang cukup bagi penyidik untuk mempersiapkan/menyelesaikan hal tersebut. Adapun alasan MK didasarkan pada pertimbangan bahwa terhadap terlapor yang telah mendapatkan SPDP, maka yang bersangkutan dapat mempersiapkan bahan-bahan pembelaan dan juga dapat menunjuk penasihat hukum yang akan mendampinginya, sedangkan bagi korban/pelapor dapat dijadikan momentum untuk mempersiapkan keterangan atau bukti yang diperlukan dalam pengembangan penyidikan atas laporannya.

 

Pasal 79 KUHAP :

 

Permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan diajukan oleh Tersangka, keluarga atau kuasanya kepada Ketua Pengadilan Negeri dengan menyebutkan alasannya.

 

Bahwa pada hari kamis tanggal 29 Desember 2022 sekitar Jam 09.00 WIB, bertempat di Kejaksaan Negeri Karawang, telah dilakukan penangkapan atau penahanan terhadap PEMOHON oleh TERMOHON, yaitu :

Surat perintah Penahanan “PRINT-2827/M.2.26/Fd.2/12/2022.”

 

Bahwa penangkapan terhadap PEMOHON oleh TERMOHON, berdasarkan Surat penetapan Tersangka (Pidsus-18) Nomor :B-4404/M.2.26/Fd.2/12/2022 tertanggal 29 Desember 2022;

 

Bahwa, awalnya PEMOHON dipanggil sebagai Saksi dalam perkara Tindak pidana Korupsi Tindak pidana korupsi pembangunan Gedung Kuliah bersama G5 dan laboratorium computer dan pembangungan gedung Fakultas ilmu komputer dengan satuan kerja universitas singaperbangsa karawang tahun anggaran 2018, dengan nomor perkara : 89/Pid.sus-TPK/2022/PN.Bdg sebanyak 2 (dua) kali oleh TERMOHON yaitu :

Surat Panggilan Saksi I No. : SP.Pgl SP-3263/M.2.26/Ft.I/10/2022 Tanggal 07 Oktober 2022.
Surat Panggilan Saksi II No. : SP.Pgl SP-4376/M.2.26/Fd.I/12/2022, Tanggal 23 Desember 2022

 

Bahwa, Terhadap Surat Panggilan I dan Surat Panggilan II tersebut, PEMOHON Hadir dan kooperatif memenuhi panggilan sebagai Saksi dalam perkara : 89/Pid.sus-TPK/2022/PN.Bdg  ;

 

Bahwa, pada saat melakukan penetapan tersangka, TERMOHON tidak menyampaikan alasan untuk penahanan, PEMOHON di minta menandatangani surat penetapan tersangka,  sekalipun PEMOHON meminta TERMOHON untuk menunjukannya dan menanyakan alasan penahanan.

 

Bahwa selama dalam proses panggilan saksi, PEMOHON diperiksa atau dimintai Keterangan sebagai Saksi oleh TERMOHON, PEMOHON kooperatif dan tetap hadir dan serta memberikan keterangan yang di tanyakan dan atau yang di minta oleh penyidik dalam kepentingan perkara 89/Pid.sus-TPK/2022/PN.Bdg.

 

Bahwa tekanan yang di alami PEMOHON oleh TERMOHON, antara lain TERMOHON menyerahkan 2 (dua) lembar surat tanpa memberitahu alasan penangkapan dan penetapan tersangka, yaitu sebagai berikut :

Berita Acara Penangkapan Tertanggal 29 Desember 2022
Berita  Acara Penahanan tertanggal 29 Desember 2022

 

Bahwa pada tanggal 29 Desember 2022, PEMOHON diperiksa sebagai Saksi oleh TERMOHON. Setelah selesai pemeriksaan, PEMOHON diperintahkan oleh TERMOHON untuk menandatangani Berita Acara Penangkapan dan atau penetapan tersangka di hari yang sama pada 29 Desember 2022, yang sebelumnya di panggil dan atau di periksa sebagai saksi.

 

Bahwa, panggilan saksi terhadap PEMOHON oleh TERMOHON sebagaimana tersebut di atas, berdasarkan untuk perkara : 89/Pid.sus/TPK/2022/PN.Bdg dengan terdakwa Bp. Drs. Dedi,M.Pd Surat perintah penyidikan kepala kejaksaan negeri Karawang, Nomor:  Print 1465/m.2.26/fd.I/07/2021 tanggal 22 Juli 2021 Jo Nomor : Print 2271/M.2.26/Fd.I/11/2021 Tanggal 10 November 2021 Jo Nomor : Print 2826/M.2.26/Fd.2/12/2022 Tanggal 29 Desember 2022.

 

II.    ANALISA YURIDIS

 

Bahwa tindakan Penangkapan oleh TERMOHON terhadap PEMOHON ternyata telah dilakukan tanpa memperlihatkan Surat Tugas pada saat itu, dan tidak memberikan Surat Perintah Penangkapan dan / atau serta tembusan Surat Perintah Penangkapan tersebut tidak diberikan kepada Keluarga PEMOHON, karena itu tindakan TERMOHON tersebut telah melanggar Ketentuan :

 

1.    Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab-Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

 

Pasal 1 angka 2

Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

Pasal 1 angka 14

Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.

Pasal 17

Perintah penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup.

Pasal 21 ayat (1)

Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan ata mengulangi tindak pidana.

 

Pasal 18 ayat (3) KUHAP :

 

Tembusan Surat Perintah Penangkapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diberikan kepada keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan.

 

2.  Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab-Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

 

Konsiderans KUHAP huruf a :

 

a.    Bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta yang menjamin segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

 

Konsiderans KUHAP huruf c :

 

c.    Bahwa pembangunan hukum nasional yang demikian itu di bidang Hukum Acara Pidana adalah agar masyarakat menghayati hak dan kewajibannya dan untuk meningkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing ke arah tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban serta kepastian hukum demi terselenggaranya negara hukum sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945

 

3.    Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

 

Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 :

 

Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

 

Pasal 28 G :

 

(1)   Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.

(2)   Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.

 

Pasal 28 I ayat (1) UUD 1945 :

 

Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.

 

3.    Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia

 

Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia :

 

Setiap orang berhak atas pegakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum.

 

Pasal 4 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia :

 

Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun.

 

Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia :

 

Setiap orang diakui sebagai manusia pribadi yang berhak menuntut dan memperoleh perlakuan serta perlindungan yang sama sesuai dengan martabat kemanusiaannya di depan hukum

 

Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia :

 

Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dan dituntut karena disangka melakukan sesuatu tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya secara sah dalam suatu sidang pengadilan dan diberikan segala jaminan hukum yang diperlukan untuk pembelaannya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

 

Bahwa tindakan Peneteapan tersangka oleh TERMOHON terhadap PEMOHON ternyata tanpa memperlihatkan dan tidak memberikan alasan yang jelas, karena itu tindakan TERMOHON tersebut telah melanggar ketentuan sesuai rumusan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab-Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

 

 

1.     Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab-Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

 

       Pasal 7 ayat (3) KUHAP :

 

Dalam melakukan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), Penyidik wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku.

 

Bahwa dalam perkembangannya PRAPERADILAN telah menjadi fungsi kontrol Pengadilan terhadap jalannya Peradilan sejak tahap penyelidikan khususnya dalam hal ini yang berkaitan dengan penangkapan dan penahananan, sehingga oleh karenanya tindakan tersebut patut dikontrol oleh Pengadilan dengan menyatakan bahwa Penangkapan oleh TERMOHON kepada PEMOHON adalah TIDAK SAH SECARA HUKUM KARENA MELANGGAR KETENTUAN KUHAP. Dengan demikian, jika seandainya menolak GUGATAN PRAPERADILAN a-quo, penolakan itu sama saja dengan “MELETIGIMASI PENANGKAPAN YANG TIDAK SAH YANG DILAKUKAN TERMOHON KEPADA PEMOHON DAN MELETIGIMASI PENYIKSAAN DAN PELANGGARAN HAK ASASI YANG DILAKUKAN TERMOHON KEPADA PEMOHON”;

 

 

III.   PERMNTAAN GANTI KERUGIAN DAN/ATAU REHABILITASI

 

1.    Bahwa tindakan PENANGKAPAN, PENAHANAN, PENGGELEDAHAN DAN PENYITAAN YANG TIDAK SAH SECARA HUKUM oleh TERMOHON terhadap PEMOHON telah mengakibatkan kerugian bagi PEMOHON;

 

2.     Bahwa mengingat PEMOHON adalah PENGUSAHA, dimana sumber penghasilan untuk kehidupan sehari-hari bergantung pada penghasilan atau usaha PEMOHON, maka SANGAT WAJAR dan BERALASAN untuk diberikan kompensasi dan/atau ganti rugi bagi PEMOHON;

 

3.    Bahwa ketentuan Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana mengatur, sebagai berikut :

 

 

 

 

Pasal 9 ayat (1) :

 

Ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf (b) dan Pasal 95 KUHAP adalah berupa imbalan serendah-rendahnya Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah) dan setinggi-tingginya Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah).

 

Pasal 9 ayat (2) :

                               

Apabila penangkapan, penahanan dan tindakan lain sebagaimana dimaksud Pasal 95 KUHAP mengakibatkan yang bersangkutan sakit atau cacat sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan atau mati, besarnya ganti kerugian berjumlah setinggi-tingginya Rp. 3.000.000,-(tiga juta rupiah).

 

Merujuk pada pasal tersebut di atas dimana fakta membuktikan bahwa akibat penangkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 KUHAP, maka nilai kerugian yang seharusnya dibayarkan kepada PEMOHON adalah sebesar Rp. 200.000.000,- (Dua Ratus Juta Rupiah);

 

4.   Bahwa disamping kerugian Materiil, PEMOHON juga menderita kerugian Immateriil, berupa :

 

a.    Bahwa akibat penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan yang tidak sah oleh TERMOHON, menyebabkan tercemarnya nama baik PEMOHON, hilangnya kebebasan, menimbulkan dampak psikologis terhadap PEMOHON dan keluarga PEMOHON, dan telah menimbulkan kerugian immateril yang tidak dapat dinilai dengan uang, sehingga di batasi dengan jumlah sebesar Rp. 300.000.000,- (Tiga Ratus Juta Rupiah);

 

b.    Bahwa kerugian Immateriil tersebut di atas selain dapat dinilai dalam bentuk uang, juga adalah wajar dan sebanding dalam penggantian kerugian Immateriil ini dikompensasikan dalam bentuk TERMOHON meminta Maaf secara terbuka pada PEMOHON lewat Media Massa di Karawang selama 2 (dua) hari berturut-turut.

 

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, mohon Ketua Pengadilan Negeri Kelas IB Karawang agar segera mengadakan Sidang Praperadilan terhadap TERMOHON tersebut sesuai dengan hak-hak PEMOHON sebagaimana diatur dalam Pasal 77 sampai dengan Pasal 83 serta Pasal 95 KUHAP, dan mohon kepada Yth. Ketua Pengadilan Negeri Kelas IB Karawang Cq. Hakim Yang Memeriksa Permohonan ini berkenan memeriksa dan memutuskan sebagai berikut :

 

1.    Menerima dan mengabulkan Permohonan PEMOHON untuk seluruhnya ;

 

2.    Menyatakan tindakan penangkapan, Penahanan, Penggeledahan, dan Penyitaan atas barang dan diri PEMOHON adalah Tidak Sah Secara Hukum karena melanggar ketentuan perundang-undangan ;

 

3.    Memerintahkan kepada TERMOHON agar segera mengeluarkan/membebaskan PEMOHON atas nama Sdr. KASTO ;

 

4.    Menghukum TERMOHON untuk membayar ganti Kerugian Materiil sebesar Rp. Rp. 200.000.000,- (Dua Ratus Juta Rupiah rupiah); dan Kerugian Immateriil sebesar Rp. 300.000.000,- (Tiga Ratus Juta Rupiah rupiah); sehingga total kerugian seluruhnya sebesar Rp. 500.000.000,- (Lima Ratus Juta Rupiah rupiah); secara tunai dan sekaligus kepada PEMOHON ;

 

5.    Menghukum TERMOHON untuk meminta Maaf secara terbuka kepada PEMOHON lewat Media Massa di Karawang selama 2 (dua) hari berturut-turut ;

 

6.     Memulihkan hak-hak PEMOHON, baik dalam kedudukan, kemampuan harkat serta martabatnya.

 

ATAU,

 

Jika Pengadilan Negeri Kelas 1A Karawang berpendapat lain, mohon Putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

Pihak Dipublikasikan Ya